• Vino Bastian

    Aktor terbaik indonesia dengan bayaran termahal 2009 oleh FFI setelah menggeser posisi Tora Sudiro

  • Agnes Monica

    Penyanyi solo energik dan multi tallent memuli go internasional berawal dari duet bersama Jery Yan (korea) dan mendapat penghargaan Best Asian Artist Awards

  • Entis Sutisna alias SULE

    Pelawak jebolan sebuah ajang audisi lawak yang saat ini menjadi idola setiap pecinta komedi.

  • Choky Sitohang

    Menjadi Pembawa acara yang sangat murah senyum dan terkesan proffesional,terlihat dari cara berbusananya yang formal dan berdasi

  • NOAH

    Selalu menjadi idola bahkan setelah vokalisnya Aril terjerat kasus hukum pornografi dan menginap di jeruji besi bertahun-tahun

Tampilkan postingan dengan label aktor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aktor. Tampilkan semua postingan

Dude Harlino

Dude Harlino (lahir di Jakarta, 2 Desember 1980; umur 32 tahun; atau akrab disapa nama Dude) adalah seorang pemeran sinetron dan film Indonesia yang meraih gelar Aktor Terfavorit dalam ajang Panasonic Awards pada tahun 2007 dan 2010.Pada Tahun 2011 Dude Pernah berpacaran dengan artis Indonesia Asmirandah' ',namun hubungan mereka kandas ditengah Jalan.
Dude merupakan putra Minangkabau yang berasal dari Lintau Buo, Tanah Datar, Sumatera Barat. Nama Dude adalah singkatan dari "Dua Desember" yaitu tanggal kelahirannya. Dude merupakan alumnus dari SMAN 36 Jakarta dan Universitas Indonesia.
Dude mulai dikenal publik sekitar tahun 2005 setelah membintangi sinetron Di Sini Ada Setan. Pria yang memiliki tinggi badan 178 cm ini, juga membintangi beberapa film seperti Gue Kapok Jatuh Cinta dan Di Sini Ada Setan (The Movie). Pria ini turut meramaikan jagat sinetron di layar kaca Indonesia, seperti Di Sini Ada Setan, Ada Apa Denganmu, Cincin, Intan, Aisyah, Cahaya dan pada tahun 2009 semakin melejit namanya dengan sinetron Nikita bersama Nikita Willy dan Jonas Rivanno, Manohara bersama Manohara, dan Doa dan Karunia. Pada tahun 2010, Dude main di sinetron unggulan Ketika Cinta Bertasbih Spesial Ramadan dan berperan sebagai ustaz Ilyas. Sekarang Dude tengah syuting Dewa bersama Naysilla Mirdad dan Baim Wong.

Pada tahun 2007, selain menjadi Aktor Terfavorit dalam Panasonic Awards, Dude juga meraih penghargaan "Star of the Year" dari Mellyana's Guardians dan "Bintang Indonesia 2007" versi tabloid Bintang Indonesia. Pada tahun 2010, Dude mendapatkan penghargaan Panasonic Awards keduanya sebagai Aktor Terfavorit

Selama tahun 2007 hingga 2008, Dude menjadi bintang televisi termahal (Highest-Paid TV Star). Tetapi setahun kemudian, 2009, posisinya digantikan oleh Luna Maya. Pada tahun 2011 Dude kembali memimpin dalam penerima honor tertinggi untuk bintang televisi yaitu sekitar Rp 55 Juta per episode sinetron.Saat ini, Dude sedang bergabung di rumah produksi SinemaArt


Film
  •     2002 : Tusuk Jelangkung
  •     2003 : Di Sini Ada Setan
  •     2005 : Gue Kapok Jatuh Cinta
  •     2009 : Ketika Cinta Bertasbih 2
  •     2010 : Dalam Mihrab Cinta

Dorman Borisman

Kardiman Dorman Borisman atau lebih dikenal dengan nama Dorman Borisman (lahir di Jakarta, 5 Februari 1951; umur 62 tahun) adalah seorang pemeran senior asal Indonesia. Ia dikenal oleh masyarakat luas, setelah ikut berperan dalam film layar lebar Manusia Enam Juta Dollar bersama dengan Warkop DKI. Hampir di setiap film, ia berperan sebagai pemeran pembantu. Selain itu ia kerap berperan dalam film komedi maupun drama.

Sejak awal tahun 1970-an sampai hari ini, Dorman Borisman sudah bermain dalam 300 lebih judul film, drama televisi, dan sinetron. “Selama terlibat dalam dunia seni dan hiburan itu, tak sekali pun saya kebagian peran utama. Selalu menjadi pemeran pembantu. Celakanya, saya hampir selalu 0memerankan tokoh Batak. Sampai-sampai saya jenuh, apa enggak ada peran lain. Syukurlah dalam sinetron belakangan saya sudah memerankan karakter-karakter Jawa dan Betawi”, tutur Dorman sedikit nyengir.

Keterkenalannya sebagai spesialis pemeran tokoh Batak dimulai ketika ia diminta menjadi pengisi suara untuk film Kecupan Pertama pada tahun 1970-an. Sejak itu Dorman terlibat dalam film remaja yang dibintangi Rano Karno, seperti Anak-anak Buangan dan Binalnya Anak Muda, dengan tetap memerankan tokoh Batak. Bahkan pada era sinetron yang meledak bersamaan dengan munculnya stasiun televisi swasta di Indonesia, Dorman tetap menjadi orang Batak. “Juga pemeran pembantu... ha-ha-ha. Tetapi, saya tak kecil hati kok," katanya.

Begitu lekatnya peran itu, banyak yang kemudian tidak tahu Dorman tidak lahir di Tapanuli. Ia lelaki Jawa tulen yang lahir pada 5 Februari 1951 di Jakarta dari orangtua asli Purwokerto. "Kebetulan mungkin tampang saya keras sebagaimana tampang orang Batak," kata ayah dari Gagah Pangestu Gusti ini.

Tetap dengan rendah hati Dorman mengaku, kebanyakan perannya sebagai orang Batak hanya sampai pada pengertian permukaan. "Jarang sekali dapat peran orang Batak sampai pada pengertian keterlibatan kultural," ujarnya. Generasi sekarang bisa saja hanya mengenal Dorman Borisman lewat sinetron masa kini, seperti Saras dan Zorro, di mana ia tetap kebagian peran tambahan. "Ini dunia industri Bung," kata lelaki bernama lengkap Kardiman Dorman Borisman ini. Kesadaran bahwa hiburan telah memasuki era industri bersama dengan maraknya televisi swasta di Tanah Air membuat Dorman sebagai aktor bertahan sampai sekarang. "Pokoknya asal skenarionya tidak konyol-konyol amat, saya pasti terima," kata dia lagi. Ia sadar dunia film dan sinetron sangat berbeda dari dunia film yang ia kenal ketika bermain dalam film garapan Wim Umboh atau Syumanjaya.

"Dulu ada proses. Sekarang semua instan. Ya itulah industri. Kami datang ke tempat syuting kadang-kadang tanpa naskah sama sekali. Begini, begini, ah sudah kita langsung ambil...," tutur suami dari Sukowati ini. Keaktoran yang melekat pada Dorman sebagai pemain teater sejak tahun 1971 tak membuat dia canggung berhadapan dengan pemain muda yang hanya mengandalkan tampang. “Banyak aktor, yang tidak tahan menghadapi era industri hiburan belakangan ini lalu memilih tidak bermain lagi,” katanya. "Kita harus sadar sepenuh-penuhnya, orang seperti Didi Petet atau Mathias Muchus dan saya hanya kebagian peran khusus saja. Tidak bisa lagi seperti mereka yang lebih muda, yang sekali casting langsung dapat peran," kata Dorman. “Peran khusus itu, ya itu tadi, seperti peran yang memerlukan pendalaman karakter, seperti menjadi Batak, Jawa, atau Sunda”, tambahnya.

“Sebenarnya, menjadi aktor itu hakikatnya memerankan orang lain,” tegasnya. Selain berusaha tetap hadir dalam dunia peran, Dorman memperlakukan industri hiburan sebagai penopang kegiatan teaternya. "Saya melakukan subsidi silang. Saya gunakan honor dua episode sinetron untuk membiayai produksi sebuah pementasan Eksekusi," kata aktor dan sutradara terbaik dalam Festival Teater Jakarta tahun 1975 ini.

Eksekusi yang dimaksud Dorman tak lain judul naskah teater yang ia pentaskan pada 10-11 Desember 2003 di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) bersama Teater Jakarta Timur yang ia dirikan tahun 1971 silam. Dorman adalah sedikit orang di dunia hiburan yang masih menganggap eksplorasi keaktoran tetap penting untuk menghasilkan karya bermutu. Tetapi, ia tetap tidur di pangkuan industri sebagai basis untuk tetap hadir dan diperhitungkan. Ia sadar benar bahwa penolakan berarti terlempar dan kehilangan muka di mata keluarga.

Dorman menganggap keterlibatannya dalam film dan sinetron belakangan tak berbeda dari ketika ia menjadi pengasong lukisan di Ubud atau pedagang ayam dan sopir bemo di Jakarta. Berbagai profesi itu pernah ia jalani untuk tetap bisa berkreativitas di dunia teater. “Inilah cara ia tetap menjaga idealismenya di dunia kesenian”, kata Dorman. Sebenarnya, diam-diam ia berharap dunia teater juga bisa memasuki era di mana penonton datang berduyun-duyun seperti menonton musik klasik. "Tetapi tetap dunia ini dunia idealisme. Kalau saya mau, banyak partai menawarkan kerja sama. Tetap saya tidak mau karena tuntutannya saya harus mengorbankan idealisme dan harus mengagungkan partai itu," tuturnya. Nama Dorman Borisman mulai dikenal di dunia layar perak ketika bermain dalam film “Kenangan Desember” (1974).

Setelah membintangi film remaja bersama Rano Karno, Dorman justru malang-melintang dalam film mistik bersama Suzzanna dan almarhum Bokir. Ia, tercatat membintangi Nyi Roro Kidul, Bangkitnya Nyi Roro Kidul, Nyi Ageng, Nyai Pelet, Malam Jumat Kliwon, Ratu Buaya Putih, Dendam Nyi Roro Kidul, Srigala, serta beberapa lainnya. “Keterlibatannya dalam film-film itu tetap dalam bingkai mencari penopang bagi kegiatan idealismenya di dunia teater”, tutur Dorman.

Sejak Teater Gelanggang Remaja Jakarta Timur, nama lama sebelum berubah menjadi Teater Jakarta Timur, ia dirikan tahun 1971, lelaki bercambang ini telah memutuskan untuk selamanya berada di dunia akting. Selain mendirikan kelompok ini, Dorman juga aktif terlibat bersama Teater Ketjil pimpinan Arifin C Noor dan Teater Populer pimpinan Teguh Karya. "Saya seperti magang di sana. Bahkan dengan Teater Ketjil pernah berkeliling di Amerika Serikat tahun 1980-an membawa naskah Sumur tanpa Dasar," kata Dorman.

Keterlibatan intens di dunia peran ini yang membuat Dorman tampil sebagai aktor serba bisa. Bahkan ketika sesi pemotretan Dorman menantang, "Saya harus berperan sebagai apa? Paling-paling jadi orang Batak Bung, he-he.” Sebagai aktor, Dorman menyamakan dirinya sebagai tukang. “Pokoknya tergantung permintaan, mau bikin kamar mandi atau rumah juga bisa. Mirip-mirip tanah liat ya. Jadi dibentuk apa saja tergantung yang membentuk”, kata Dorman. Perumpamaan tanah liat ini barangkali pas dengan daya tahan lelaki yang suka mengenakan baret ini dalam dunia seni peran. Ia telah menjajal dunia panggung, layar perak, dan televisi sejak memutuskan hidup sebagai aktor.

Filmografi

  •     "Kecupan Pertama"  (1977- [[dibintangi oleh Roy Marten]])
  •     "Kugapai Cintamu"  (1977- [[dibintangi oleh Yenny Rachman]])
  •     "Suci Sang Primadona"  (1977- [[dibintangi oleh Joice Erna]])
  •     "Binalnya Anak Muda"  (1978- [[dibintangi oleh Yenny Rachman]])
  •     "Anak-Anak Buangan"  (1979)
  •     "Dari Mata Turun Ke Hati"  (1979- [[dibintangi oleh Yati Octavia dan Ria Irawan]])
  •     "Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa"  (1979)
  •     "Aduhai Manisnya"  (1980)
  •     "GeEr - Gede Rasa"  (1980)
  •     "Lima Cewek Jagoan"  (1980)
  •     "Nikmatnya Cinta"  (1980)
  •     "Nostalgia di SMA"  (1980)
  •     "Perempuan dalam Pasungan"  (1980)
  •     "Pintar Pintar Bodoh"  (1980)
  •     "Roman Picisan"  (1980- [[dibintangi oleh Rano Karno dan Lydia Kandou]])
  •     "Senggol-Senggolan"  (1980)
  •     "Tempatmu Di Sisiku"  (1980)
  •     "Ira Maya Putri Cinderella"  (1981)
  •     "Jaka Sembung Sang Penakluk"  (1981)
  •     "Manusia 6.000.000 Dollar"  (1981)
  •     "Ratu Ilmu Hitam"  (1981)
  •     "Srigala"  (1981)
  •     "Gadis Bionik"  (1982)
  •     "Pasukan Berani Mati"  (1982)
  •     "Telaga Angker"  (1984)
  •     "Tergoda Rayuan"  (1984)
  •     "Bangunnya Nyi Loro Kidul"  (1985)
  •     "Ratu Sakti Calon Arang"  (1985)
  •     "Malam Jumat Kliwon"  (1986)
  •     "Petualangan Cinta Nyi Blorong"  (1986- [[dibintangi oleh Suzanna]])
  •     "Malam Satu Suro"  (1988)
  •     "Ratu Buaya Putih"  (1988)
  •     "Santet"  (1988)
  •     "Kisah Cinta Nyi Blorong"  (1989)
  •     "Musnahkan Ilmu Santet"  (1989)
  •     "Makelar Kodok Untung Besar"  (1990)
  •     "Taksi"  (1990)
  •     "Perempuan di Persimpangan Jalan"  (1993)
  •     "9 Naga"  (2006)
  •     "Serdadu Kumbang"  (2011)

Donny Damara Prasa Dhana

Donny Damara Prasa Dhana (lahir 12 Oktober 1966; umur 46 tahun) adalah pemeran Indonesia.Donny yang merupakan adik dari penulis novel terkenal Ikke Supomo ini memulai karirnya sebagai model iklan di produk mentega Blue Band pada tahun 1978. Kemudian sebagai bintang beberapa produk iklan reklame di televisi pada tahun 1970an-1980an. Setelah menginjak remaja mulai merambah pada dunia seni peran sebagai pemain film remaja di layar lebar.

Ia pernah mendapatkan nominasi pemeran pendukung terbaik dalam Festival Film Indonesia dalam film Perwira dan Ksatria. Lulusan FISIP UI ini setelah film Indonesia mengalami kemunduran, kemudian terjun ke dunia sinetron.

Pada Festival Film Asia yang ke-6, Donny Damara mendapatkan penghargaan sebagai Aktor Terbaik dalam film "Lovely Man".Aktor Donny Damara mengaku tak terlalu ambisius dalam mengejar penghargaan. Pria yang meraih piala Asian Film Awards kategori Aktor Terbaik ini justru lebih senang film yang ia bintangi diapresiasi banyak orang.

"Siapapun dalam setiap pertandingan pasti ada keinginan untuk menang. Pasti ingin juara. Tapi sampai ambisius kayaknya nggak," ujar Donny saat ditemui di Gedung Film, MT Haryono, Jakarta Selatan.

Donny mengaku tak menargetkan piala saat membintangi sebuah film. Kini, meski sudah mencicipi berbagai jenis peran, pria berusia 46 tahun ini ternyata masih memiliki keinginan terpendam.

"Saya ingin jadi psikopat. Kayaknya susah tuh," ucapnya sambil tersenyum.

Seiring kesuksesan yang diraih Donny, kabarnya honor sang aktor pun lebih tinggi. Menanggapi kabar ini, bintang film Lovely Man itu pun menjawab dengan bijak.

"Nggak ada batasan, rezeki nggak bisa ditolak. Kita harus ukur diri, kapasitas fisik kuat atau nggak. Saya nggak pernah patokin honor kok," ujarnya.

Untuk tahun depan, ada beberapa produksi film yang akan ia lakukan. Pria bernama lengkap Donny Damara Prasa Dhana ini pun mengaku belum ada rencana pensiun dari dunia seni peran.

"Ada beberapa tawaran baru mulai januari 2013. Sebagian darah saya ada di akting. Di dunia seni peran, pensiun itu mati. Selama masih hidup akan terus berkesenian," katanya.

Film
  •     Cinta Anak Jaman (1988)
  •     Ketika Cinta Telah Berlalu (1989)
  •     Boss Carmad (1990)
  •     Dua Kekasih (1990)
  •     Joe Turun ke Desa (1990)
  •     Pagar Ayu (1990)
  •     Perwira dan Ksatria (1991)
  •     Kekasih The Lovers (2008)
  •     Liburan Seru! (2008)
  •     Minggu Pagi di Victoria Park (2010)
  •     Lovely Man (2011)
  •     Langit Ke-7 (2012)

Donny Alamsyah

Donny Alamsyah (lahir 7 Desember 1978; umur 34 tahun) adalah seorang aktor Indonesia. Ia mulai dikenal luas setelah ikut berperan dalam film layar lebar 9 Naga pada tahun 2006. Setelah itu ia kembali muncul dalam rentetan film-film action yang mengharuskan ia untuk berlaga, seperti Merah Putih, Merantau, Darah Garuda dan yang terbaru, The Raid. Ia juga membintangi beberapa video musik dari Ungu, Ari Lasso, Andra & The Backbone dan masih banyak lainnya. Ia dinominasikan sebagai aktor terbaik dalam Festival Film Indonesia 2008 untuk perannya sebagai Bari (seorang penulis), dalam film Fiksi|, namun kalah dari Vino G. Bastian (Radit dan Jani).

Jika kita suka menonton film-film Indonesia, kita pasti pernah mendengar nama Donny Alamsyah. Ya, nama aktor yang mengwali karirnya di dunia perfilman lewat Film Gie pada tahun 2005 itu memang sekarang menjadi aktor papan atas Indonesia. Donny Alamsyah tercatat pernah membintangi belasan Film Indonesia. Donny Alamsyah pada tahun 2006 membintangi film 9 Naga. Film yang mendapatkan apresiasi beragam dari masyarakat ini melambungkan nama Donny karena dalam film itu pria berumur 33 tahun itu mendapatkan porsi peran yang menantang.

Sebelum terjun kedunia perfilman Donny Alamsyah berprofesi sebagai seorang Graphic Designer for Web. Ia sendiri memutuskan untuk bergelut didunia seni peran lantaran suka menonton film. Selain sering membintangi Film Donny Alamsyah juga sempat beberapa kali dipercaya sebagai model video klip band diantaranya menjadi video klip di Band Andra &The Backbone Hitamku, lagu Dia Maha Sempurna (Ungu) dan Lagu Cintailah Aku milik Ari Lasso pada taun 2009 silam.


Donny Alamsyah sering dipercaya membintangi Film Action lantaran tampang Donny yang sangar serta jago dalam beladiri. Film Action yang pernah dibintangi oleh Donny diantarannya adalah Merah Putih, Merantau, Darah Garuda dan Hati Merdeka serta The Raid. Pria yang berzodiak Sagitarius ini memang terkenal asal-asalan dalam terlibat sebuah Film. sederet film yang melibatnya Donny Alamsyah semuanya termasuk film Indonesia yang berbobot, bahkan Film The Raid yang melibatkan Donny Alamsyah mendapatkan komentar positif saat Film the Raid ditayangkan di Amerika.

Selain Film Donny Alamsyah juga sempat beberapa kali terlibat dalam Film Televisi atau FTV. Namun pria yang memiliki badan kekar itu belum pernah terlibat dalam sinetron. Berikut ini saya akan memberikan informasi Profil, Biodata dan Filmatografi dari aktor Donny Alamsyah. Film terbaru Donny Alamsyah yang berjudul Cinta  Disaku Celana juga mayan lucu gan, seru,h2

Film
  •     "Gie"  (2005) sebagai Jaka
  •     "9 Naga"  (2006) sebagai Donny
  •     "Sang Dewi"  (2007) sebagai Aliang
  •     "Kala"  (2007)
  •     "Selamanya"  (2007) sebagai Ipul
  •     "Fiksi"  (2008) sebagai Bari
  •     "Takut: Faces of Fear"  (2008) - Segmen Show Unit sebagai Andre
  •     "Drupadi"  (2008) sebagai Adipati Karna
  •     "Merah Putih"  (2009) sebagai Tomas Matulessy
  •     "Merantau"  (2009) sebagai Yayan
  •     "Minggu Pagi di Victoria Park"  (2010) sebagai Vincent
  •     "Darah Garuda"  (2010) sebagai Tomas Matulessy
  •     "Hati Merdeka"  (2011) sebagai Tomas Matulessy
  •     "Negeri 5 Menara"  (2012) sebagai Ustadz Salman
  •     "The Raid"  (2012) sebagai Andi
  •     "Cinta di Saku Celana"  (2012) sebagai Ahmad
  •     "Cita-citaku Setinggi Tanah"  (2012)

Dimas Aditya

Dimas Aditya lahir di Jakarta, 7 September 1984 adalah aktor Indonesia. Nama dari Dimas Aditya dikenal luas oleh masyarakat Indonesia setelah membintangi film layar lebar Kawin Kontrak bersama dengan Dinda Kanyadewi. Ia merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara pasangan Benny Alimin dan Inriani.

Dalam film pertamanya ini, Dimas akan berperan sebagai Rama salah satu dari 3 anggota The Gank yang tengah menjalankan liburan libidonya untuk melakukan kawin kontrak. Dan difilmnya yang kedua, ia mendapatkan tantangan berperan sebagai Banci di film Drop Out yang bermain bersama Titi Kamal. Selanjutnya, Dimas mulai sering mendapatkan kontrak bermain di layar lebar lainnya, Mupeng.Sempat pula menjajal kemampuannya di layar kaca dengan bermain sinetron stripping bersama Bunga Ali Zaenal, di KOK GITU SICH yang ditayangkan oleh SCTV.

Akting dari Dimas Aditya bisa kembali dinikmati lewat film HANTU JAMU GENDONG. di Film ini Dimas harus beradu akting dengan artis seksi Julia Perez. Film ini beredar di gedung bioskop pada 22 Januari 2009.


Film
  •     Kawin Kontrak (2008)
  •     D.O - Drop Out (2008)
  •     Mupeng (Muka Pengen) (2008)
  •     Kawin Kontrak Lagi (2008)
  •     Hantu Jamu Gendong (2009)
  •     Get Married 2 (2009)
  •     Jejak Darah (2010)
  •     Affair (2010)

Didi Petet

Didi Widiatmoko atau lebih dikenal dengan Nama Didi Petet Lahir di Surabaya, Jawa Timur,12 Juli 1956,Di dunia film namanya tenar setelah memerankan Emon, tokoh banci dalam film remaja laris Catatan Si Boy besutan sutradara Nasri Cheppy, di tahun 80-an. Konon, salah satu faktor yang menyebabkan film produksi Bola Dunia Film itu laris manis karena tokoh Emon tersebut.

Tak heran jika kemudian film yang bintang utamanya Onky Alexander tersebut diproduksi sampai lima sekuel.
Tokoh banci kemudian diikuti oleh film-film remaja lain kala itu. Seakan tak lengkap rasanya jika ada sebuah film remaja tanpa menghadirkan tokoh banci didalamnya. Tokoh yang menjadi bahan olok-olok yang memancing tawa penonton. Bahkan kemudian diproduksi secara tersendiri yang mengangkat Emon, yakni Catatan Si Emon. Namun bukan Didi Petet lagi yang memeraninya. Alasan Didi, dia merasa riskan memerankan tokoh banci. Ditambah lagi Didi kena sasaran protes anak-anaknya gara-gara peran itu.

Lepas dari peran Si Emon, sosok Didi Petet kemudian lekat dengan Si Kabayan, tokoh lugu khas tanah Pasundan. Film ini pun mendapat sambutan bagus dari masyarakat. Karena laris, seperti umumnya terjadi dalam dunia film. Si Kabayan pun dibuat sampai beberapa sekuel. Di film garapan sutradara H. Maman Firmansyah tersebut, Didi beradu akting dengan sejumlah artis, dari mulai Paramitha Rusady, Meriam Bellina Nurul Arifin sampai Desy Ratnasari.

Pada tahun 1988, melalui film Cinta Anak Zaman, Didi meraih Piala Citra, sebuah penghargaan paling bergengsi bagi insan film dalam negeri. Didi meraih penghargaan dengan kategori peran pembantu terbaik. Ketika dunia sinetron merebak seiring dengan tumbuh maraknya stasiun televisi di tanah air, Didi pun terjun kesana. Film iklan tak ketinggalan dirambahnya pula. Sejauh ini tak kurang dari sepuluh film iklan dibintanginya. Bahkan dia kemudian mendirikan sebuah rumah produksi. Disamping itu, pria bertubuh subur namun enerjik ini aktif pula dalam sejumlah pementasan teater, seminar tentang seni peran dan tentu saja mengajar di IKJ.

Jika karir keaktoran rekan-rekan sangkatannya mengalami penyurutan manakala memasuki usia paruh baya, eksistensi Didi di dunia film justru makin menguat. Ia terus terlibat sejumlah judul film hingga sekarang. Didi bermain dalam film Petualangan Sherina di tahun 2000, sebuah film anak-anak yang disebut-sebut sebagai tonggak kebangkitan kembali film Indonesia. Kemudian film Pasir Berbisik di tahun 2001, film Rindu Kami Padamu di tahun 2004 dan film Banyu Biru ditahun 2005.

Didi Petet adalah salah satu pendiri kelompok teater pantomim Sena&Didi Mime bersama almarhum Sena A. Utoyo, Kelompok ini terbentuk pada awal tahun 1970-an.

Film
  •  "Semua Karena Ginah"
  •  "Catatan Si Boy" (1987)
  •  "Catatan Si Boy II" (1988)
  •  "Cinta Anak Jaman" (1988)
  •  "Catatan Si Boy III" (1989)
  •  "Si Kabayan Saba Kota" (1989)
  •  "Sepondok Dua Cinta" (1990)
  •  "Joe Turun ke Desa" (1990)
  •  "Oom Pasikom" (1990)
  •  "Catatan si Boy IV" (1990)
  •  "Catatan Si Boy V" (1991)
  •  "Boneka dari Indiana" (1991)
  •  "Si Kabayan dan Anak Jin" (1991)
  •  "Si Kabayan Saba Metropolitan" (1992)
  •  "Si Kabayan Cari Jodoh" (1994)
  •  "Petualangan Sherina" (2000)
  •  "Pasir Berbisik" (2001)
  •  "Rindu Kami Padamu" (2004)
  •  "Banyu Biru" (2005)
  •  "Kamulah Satu-Satunya" (2007)
  •  "Kirun + Adul" (2009)
  •  "Jermal" (2009)
  •  "Ketika Cinta Bertasbih" (2009)
  •  "Saya Cinta, Bajingan" (2009)
  •  "Emak Ingin Naik Haji" (2009)
  •  "Ai Lop Yu Pul" (2009)
  •  "Di Bawah Langit" (2010)
  •  "Bebek Belur" (2010)
  •  "Pengantin Cinta" (2010)

Deddy Mizwar

Deddy Mizwar adalah seorang aktor, sutradara, dan produser. Ia banyak terjun dalam perfilm-an Indonesia baik secara langsung sebagai aktor ataupun tidak langsung sebagai sutradara dan produser. Film-film yang ia garap banyak bernuansa da’wah dengan pesan moral dan agama yang ringan dan menghibur. Deddy Mizwar, lahir di Jakarta, 5 Maret 1955. Ia pertama kali terjun ke dunia film pada 1976, dengan membintangi film CINTA ABADI arahan sutradara Wahyu Sihombing.
Aktor senior pemenang 4 piala Citra (untuk film) dan 2 piala Vidya (untuk sinetron) ini sudah berpengalaman membuat sejumlah sinetron bermuatan dakwah dari serial Pengembara, Mat Angin sampai Lorong Waktu. Kecintaan aktor asli Betawi ini pada dunia seni tidak terbantahkan lagi. Buktinya, selepas sekolah, ia sempat berstatus pegawai negeri pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Namun ayah dari 2 anak ini hanya betah 2 tahun saja sebagai pegawai karena ia lebih gandrung main teater – ia bergabung di Teater Remaja Jakarta. Selebihnya, jalan hidupnya banyak ia baktikan pada dunia seni, lebih tepatnya seni peran.

Darah seni itu rupanya mengalir deras dari ibunya, Ny. Sun’ah yang pernah memimpin sangar seni Betawi. Akhirnya, ia dan ibunya kerap mengadakan kegiatan seni di kampung sekitarnya. “Pertama kali manggung, saat acara 17 Agustus-an di kampung. Saya bangga sekali waktu itu, karena ditepukin orang sekampung. Saya pun jadi ketagihan berakting,” kenang Deddy.

Kecintaannya pada dunia teater telah mengubah jalan hidupnya. Beranjak dewasa, sekitar tahun 1973, Deddy mulai aktif di Teater Remaja Jakarta. Dan lewat teater inilah bakat akting Deddy mulai terasah. Deddy pernah terpilih sebagai Aktor Terbaik Festival Teater Remaja di Taman Ismail Marzuki. Tidak sekedar mengandalkan bakat alam, Deddy kemudian kuliah di LPKJ, tapi cuma dua tahun.

Memulai karier di film pada 1976, Deddy bekerja keras dan mencurahkan kemampuan aktingnya, di berbagai film yang dibintangi. Pertama kali main film, dalam Cinta Abadi (1976) yang disutradarai Wahyu Sihombing, dosennya di LPKJ, dia langsung mendapat peran utama. Puncaknya, perannya di film Naga Bonar kian mendekatkannya pada popularitas. Kepiawaiannya berakting membuahkan hasil dengan meraih 4 Piala Citra sekaligus dalam FFI 1986 dan 1987 diantaranya: Aktor Terbaik FFI dalam Arie Hanggara (1986), Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Opera Jakarta (1986), Aktor Terbaik FFI dalam Naga Bonar (1987), dan Pemeran Pembantu Terbaik FFI dalam Kuberikan Segalanya (1987).

Di awal tahun 90-an, karir Deddy Mizwar mencapai puncak. Melalui kekuatan aktingnya yang mengagumkan, popularitas ada dalam genggamannya. Meski namanya semakin populer, Deddy merasa hampa. Di tengah rasa hampa, pikirannya membawanya kembali pada masa kecilnya. Lahir di Jakarta 5 Maret 1955, ia tumbuh di tengah nuansa religius etnis Betawi. Ia terkenang suasana pengajian di surau yang tenang dan sejuk. Jiwanya ingin kembali mencicipi suasana teduh di masa kecil itu.

Pergolakan batinnya akhirnya berakhir setelah ia meyakini bahwa hidup ini semata-mata beribadah kepada Allah. Sejak itu, Deddy belajar agama secara intens. Kini segala hal harus bernilai ibadah bagi Deddy. Termasuk pada bidang yang digelutinya yakni dunia perfilman dan sinetron.

Suami dari Giselawati ini kemudian memutuskan untuk terjun langsung memproduksi sinetron dan film bertemakan religius sebagai wujud ibadahnya kepada Allah. Didirikanlah PT Demi Gisela Citra Sinema tahun 1996. Tekadnya sudah bulat kendati pada perkembangan berikutnya banyak rintangan dan hambatan ditemui.

Ketika itu sinetron religius Islam masih menjadi barang langka dan kurang bisa diterima pihak stasiun televisi. Kondisi ini tidak menyurutkan langkahnya. Maka dibuatlah sinetron Hikayat Pengembara yang tayang di bulan Ramadhan. Usahanya berbuah hasil. Rating sinetron ini cukup menggembirakan. Setelah itu hampir semua stasiun televisi menayangkan sinetron religius bulan Ramadhan. ”Berjuangnya sungguh keras tapi setelah itu semua orang bisa menikmati,” kata Dedy Mizwar bangga.
Diakuinya produk sinetron yang bernafaskan religius Islam sulit mendapatkan tempat di stasiun televisi selain di bulan Ramadhan. Hal ini disebabkan stasiun teve terlampau under estimate di samping memang tidak banyak sineas yang mau membuat tayangan sinetron religius di luar bulan Ramadhan.

Dalam pandangan Deddy Mizwar, film merupakan salah satu media dakwah yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan-pesan Islam kepada masyarakat luas termasuk kalangan non-Muslim. ”Saya contohkan sinetron ‘Lorong Waktu’ yang ternyata diminati pula oleh warga non-Muslim. Bahkan, saat ini ‘Lorong Waktu’ diputar ulang di luar bulan Ramadan hingga saya berkesimpulan sinetron atau film dakwah tak harus identik dengan bulan Ramadan,” katanya. Dengan kata lain, masyarakat rupanya mau menerima dan menyambut hangat tayangan religius di luar Ramadhan.

Ia juga menyarankan agar umat Islam mendirikan stasiun TV sendiri, sehingga umat Islam memiliki alternatif dalam memilih stasiun TV maupun acaranya. ”Sudah waktunya umat Islam mengisi dan mewarnai acara-acara TV. Saya melihat potensi ke arah itu cukup besar terutama dari kalangan sineas muda dan mahasiswa,” kata aktor yang telah membintangi sekitar 70 film layar lebar ini penuh optimisme. Ke depan, Deddy akan terus berusaha konsisten memproduksi film dan sinetron religius.
Pengalaman Politik Deddy Mizwar

Deddy Mizwar yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap situasi politik negara yang makin kacau, mengambil tindakan nyata dengan mencalonkan diri sebagai Calon Presiden RI dengan wakilnya yaitu Brigadir Jenderal Saurip Kadi. Pasangan ini mendapatkan dukungan dari beberapa partai kecil. Namun usaha nyata ini kandas karena persyaratan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden tidak memadai. Kita patut memberikan apresiasi bagi Kang Deddy yang telah berusaha berbuat nyata demi negara, sesuai dengan perannya sebagai Jenderal Naga Bonar.

Pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat Periode 2013-2018, Deddy Mizwar diminta untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat dengan pasangan Calon Gubernur incumbent Ahmad Heryawan. Pasangan ini Aher-Deddy ini didukung beberapa partai besar yaitu PKS, PPP, Hanura, PBB. Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar bersaing dengan pasangan Cagub-Cawagub lainnya yaitu Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki, Dede Yusuf dan Lex Laksamana, Irianto MS Syafiuddin dan Tatang Farhanul Ilham, serta Dikdik Mulyana Arief dan Cecep Nana Suryana.


Film
  •     Cinta Abadi (1976)
  •     Ach Yang Benerrr... (1979)
  •     Bukan Impian Semusim (1982) ... Adri
  •     Sunan Kalijaga (1984) ... Raden Mas Sahid / Sunan Kalijaga
  •     Hati yang Perawan (1984)
  •     Hatiku Bukan Pualam (1985)
  •     Sunan Kalijaga & Syech Siti Jenar (1985) ... Sunan Kalijaga
  •     Saat-Saat Kau Berbaring Di Dadaku (1985)
  •     Menumpas Teroris (1986)
  •     Opera Jakarta (1986)
  •     Arie Hanggara (1986)
  •     Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986)
  •     Kuberikan Segalanya (1987)
  •     Naga Bonar (1987) ... Jenderal Naga Bonar
  •     Kerikil-Kerikil Tajam (1987)
  •     Cintaku di Rumah Susun (1987)
  •     Bilur-Bilur Penyesalan (1987)
  •     Ayahku (1987)
  •     Irisan-Irisan Hati (1988)
  •     Bayi Tabung (1988)
  •     Putihnya Duka Kelabunya Bahagia (1989)
  •     Jangan Renggut Cintaku (1990)
  •     Satu Mawar Tiga Duri (1990)
  •     Jual Tampang (1990)
  •     Kepingin sih kepingin (1990)...Arkadi
  •     Gema Kampus 66 (1991)
  •     Nada dan Dakwah (1991) ... KH. Murad
  •     Ketika (2005)* ... Tajir Saldono
  •     Kiamat Sudah Dekat (2003)* ... H. Romli
  •     Naga Bonar (Jadi) 2 (2007)* ... Nagar Bonar (versi novel ditulis oleh Akmal Nasery Basral)
  •     Ketika Cinta Bertasbih (2009) ... KH. Luthfi Hakim
  •     Ketika Cinta Bertasbih 2 (2009) ... KH. Luthfi Hakim
  •     Cinta 2 Hati (2010)
  •     Bebek Belur (2010)
  •     Alangkah Lucunya (Negeri Ini) (2010)*
  •     Pengantin Cinta (2010)
  •     Kentut (2011)
  •     Kau Bukan Tuhanku Lagi Allah SWT (2012)

Cok Simbara

Lahir di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 12 November 1953 dengan nama lengkap Ucok Hasyim Batubara dari pasangan Hasyim Saleh Batubara dan Saribanun Nasution. Sejak kecil sebenarnya pria berkumis ini sudah mengenal dunia akting, ia sering bermain sandiwara-sandiwaraan bersama teman-temannya hanya saja saat itu ia tidak mengetahui apa itu akting.

Banyak orang sukses di suatu bidang padahal dia berada di sana secara tidak sengaja. Apa yang dialami Cok Simbara adalah salah satunya. Cok terjun ke film karena tidak sengaja. Selesai menamatkan SMA di kampung halamannya, tahun 1973, putra seorang pegawai negeri ini ingin meneruskan sekolah ke Jawa. Cok lalu berangkat ke Bandung untuk mendaftar di Jurusan Seni Rupa ITB. Tapi ia tidak diterima di sana.

Tak tahu harus berbuat apa, Cok lalu mendaftar ke LPKJ/IKJ, dan jadi mahasiswa Jurusan Teater. Tempaan seniman-seniman besar seperti Asrul Sani, Arifin C. Noer, Sjumandjaja, Wahyu Sihombing, Tatiek Maliyati dan lainnya, sedikit demi sedikit membentuk Cok jadi seniman, khususnya yang berhubungan dengan seni peran. Seperti kata pepatah, Tak kenal maka tak sayang, maka Cok pun akhirnya sayang dengan dunia seni yang telah dikenalnya itu. Pertama kali tampil dalam lakon Kucak Kacik bersama Teater Kecil pimpinan Arifin C. Noer di tahun 1975. Tapi sebelumnya, ia bergabung dengan Teater Kaki Lima pimpinan Tommy Soemarni. Bersama dengan rombongan itu, ia ikut main di night club Latin Quarter yang waktu itu di sekitar tahun 70-an cukup terkenal.

Lelaki Batak yang beristrikan perempuan asal Surabaya itu akhirnya bertekad untuk bertahan di film. Sudah belasan judul film diperankan. Bahkan memasuki era sinetron ini Cok juga tetap eksis. Ia antara lain bermain dalam sinetron-sinetron Wanita bersama aktris Meriam Bellina, Noktah Merah Perkawinan I & II, Hanya Satu Mutiara dll. Eksistensinya itu membuktikan bahwa Cok bukan saja pandai berakting, tapi lelaki Batak yang memiliki tutur kata lembut ini mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara baik.Meski telah menjadi bintang, Cok tetap tidak lupa dengan masa lalunya, dunia teater. Namun sayang teater sudah berkurang drastis.

Film
  •     Gersang Tapi Damai (1977)
  •     Kembang-Kembang Plastik (1977)
  •     Kugapai Cintamu (1977)
  •     Para Perintis Kemerdekaan (1977)
  •     Petualang-Petualang (1978)
  •     Anak-Anak Buangan (1979)
  •     Lima Cewek Jagoan (1980)
  •     Ratapan Anak Tiri II (1980)
  •     Bersemi di Lembah Tidar (1981)
  •     Nila di Gaun Putih (1981)
  •     Simphonyku Yang Indah (1981)
  •     Djakarta 1966 (1982)
  •     Anakku Terlibat (1983)
  •     Kerikil-Kerikil Tajam (1984)
  •     Merindukan Kasih Sayang (1984)
  •     Arie Hanggara (1985)
  •     Untuk Sebuah Nama (1985)
  •     Balada Cewek Jagoan (1986)
  •     Penyesalan Seumur Hidup (1986)
  •     Satu Mawar Tiga Duri (1986)
  •     Akibat Kanker Payudara (1987)
  •     Gema Kampus 66 (1988)
  •     Terang Bulan di Tengah Hari (1988)
  •     Jeram Cinta (1989)
  •     Jangan Rengut Cintaku (1990)
  •     Lagu Untuk Seruni (1991)
  •     Plong (Naik Daun) (1991)
  •     Saat Kukatakan Cinta (1991)
  •     Zig Zag (1991)
  •     In the Name of Love (2008)
  •     Mata Pena Mata Hati Raja Ali Haji (2009)
  •     Kentut (2011)
  •     Bait Surau (2012)

Boy Tiyaroh

Boy Tirayoh aktor senior yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, 5 Juli 1954. Pernah membintangi dalam beberapa sinetron stripping membuatnya namanya dikenal oleh khayalak public. Boy, sapaan akrabnya itu pernah menjadi peran utamaa di film “Cacat Dalam Kandungan” tahun 1977, disini ia harus beradu akting dengan temannya yaitu “Dona Artha”.
Tidak hanya di zamannya saja, dizaman yang sudah dipenuhi oleh artis-artis muda ini, seorang Boy Tirayoh pun masih mendapatkan tempat di hati masyarakat dengan membintangi beberapa sinetron stripping yang popular. Diantaranya yang membuat namanya lebih dikenal yaitu sinetron “Cinta Fitri”, disini boy berperan sebagai pak hutama yang menjadi ayah dari Farrel yang diperankan oleh Boy tirayoh. Disini pun boy beradu akting dengan banyak artis, baik artis muda maupun artis lama diantaranya Shireen Shunkar, Adly Fairuz, Ida Kusuma, dan masih banyak lagi.

Film

  •     Prahara (1974) dibintangi oleh Tuti S
  •     Cacat Dalam Kandungan (1977)
  •     Pahitnya Cinta Manisnya Dosa (1978) dibintangi oleh Yenny Rachman
  •     Buaya Putih (1982) dibintangi oleh Yati Octavia
  •     Tongkat Sakti (1982)
  •     Kamp Tawanan Wanita (1983) dibintangi oleh Marissa Haque
  •     Di Luar Batas (1984) dibintangi oleh Eva Arnaz
  •     Damai Kami Sepanjang Hari (1985) dibintangi Iwan Fals
  •     Cakar Harimau (1988)

Benyamin

Benyamin Sueb (lahir di Kemayoran, Jakarta, 5 Maret 1939 – meninggal di Jakarta, 5 September 1995 pada umur 56 tahun) adalah pemeran, pelawak, sutradara dan penyanyi Indonesia. Benyamin menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.

Celetukan "muke lu jauh" atau "kingkong lu lawan" pasti mengingatkan masyarakat pada Benyamin Sueb. Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya. Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai "imbalan".

Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak.

Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.

Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu.

Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi. Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.

SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, "Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!" Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.

Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.

Benyamin Mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. Tergantung kondisi, kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.

Ia akhirnya jadi pedagang roti dorong. Pada tahun 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima. Tidak ada pilihan lain, katanya. Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan BantengwPasar Rumput. Itu pun tidak lama. Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu, tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan. Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.

Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan yang ‘serius’ diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).

Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng inilah yang kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.

Selain Benyamin, kelompok musik ini juga merekrut Ida Royani untuk berduet dengan Benyamin. Dalam perkembangannya, duet Benyamin dan Ida Royani menjadi duet penyanyi paling popular pada zamannya di Indonesia. Bahkan lagu-lagu yang mereka bawakan menjadi tenar dan meraih sukses besar. Sampai-sampai Lilis Suryani salah satu penyanyi yang terkenal saat itu tersaingi.

Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu.

Setelah Orde Lama tumbang, yang ditandai dengan munculnya Soeharto sebagai presiden kedua, musik Gambang Kromong semakin memperlihatkan jatidirinya. Lagu seperti Si Jampang (1969) sukses di pasaran, dilanjutkan dengan lagu Ondel-Ondel (1971).

Lagu-lagu lainnya juga mulai digemari. Tidak hanya oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Kompor Mleduk, Tukang Garem, dan Nyai Dasimah adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Terlebih setelah Bang Ben berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan.

Setelah Ida Royani hijrah ke Malaysia tahun 1972, Bang Ben mencari pasangan duetnya. Ia menggaet Inneke Koesoemawati dan berhasil merilis beberapa album, di antaranya "Nenamu" dengan tembang andalan seperti Djanda Kembang, Semut Djepang, Sekretaris, Penganten Baru dan Pelajan Toko.

Lewat popularitas di dunia musik, Benyamin mendapatkan kesempatan untuk main film. Kesempatan itu tidak disia-siakan. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik.

Pada akhir hayatnya, Benyamin juga masih bersentuhan dengan dunia panggung hiburan. Selain main sinetron/film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) ia masih merilis album terakhirnya dengan grup Rock Al-Haj bersama Keenan Nasution. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut.

Dalam dunia musik, Bang Ben (begitu ia kerap disapa) adalah seorang seniman yang berjasa dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong. Lewat kesenian itu pula nama Benyamin semakin popular. Tahun 1960, presiden pertama Indonesia, Soekarno, melarang diputarnya lagu-lagu asing di Indonesia. Pelarangan tersebut ternyata tidak menghambat karier musik Benyamin, malahan kebalikannya. Dengan kecerdikannya, Bang Ben menyuguhkan musik Gambang Kromong yang dipadu dengan unsur modern.

Benyamin yang telah empat belas kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya.


1970  Honey Money and Jakarta Fair

1971
    Dunia Belum Kiamat (Nya' Abbas Akup)
    Hostess Anita (Matnoor Tindaun)
    Brandal-Brandal Metropolitan
    Banteng Betawi (Nawi Ismail)

1972
    Bing Slamet Setan Djalanan (Hasmanan)
    Angkara Murka (Chaidir Rachman)
    Intan Berduri (Turino Djunaidy)
    Benyamin Biang Kerok (Nawi Ismail)

1973
    Si Doel Anak Betawi (Sjumandjaja)
    Akhir Sebuah Impian (Turino Djunaidy)
    Jimat Benyamin (Bay Isbahi)
    Biang Kerok Beruntung (Nawi Ismail)
    Percintaan (Pietrajaya Burnama)
    Cukong Blo'on (C.C. Hardy)
    Ambisi (Nya' Abbas Acup)
    Benyamin Brengsek (Nawi Ismail)
    Si Rano (Motinggo Boesye)
    Bapak Kawin Lagi (Lilik Sudjio)

1974
    Musuh Bebuyutan (Benyamin Sueb)
    Ratu Amplop (Nawi Ismail)
    Benyamin Si Abu Nawas (Fritz G. Schad)
    Benyamin Spion 025 (Tjut Jalil)
    Tarzan Kota (Lilik Sudjio)
    Drakula Mantu (Nya' Abbas Acup)

1975
    Buaya Gile (Syamsul Fuad)
    Benyamin Tukang Ngibul (Nawi Ismail)
    Setan Kuburan (Daeng Harris)
    Benyamin Koboi Ngungsi (Nawi Ismail)
    Benyamin Raja Lenong (Syamsul Fuad)
    Traktor Benyamin (Lilik Sudjio)
    Samson Betawi (Nawi Ismail)

1976
    Zorro Kemayoran (Lilik Sudjio)
    Hipies Lokal (Benjamin Sueb)
    Si Doel Anak Modern (Sjumandjaja)
    Tiga Jango (Nawi Ismail)
    Benyamin Jatuh Cinta (Syamsul Fuad)
    Tarzan Pensiunan (Lilik Sudjio)
    Pinangan

1977
    Sorga (Turino Djunaid])
    Raja Copet (Syamsul Fuad)
    Tuan, Nyonya dan Pelayan (Nawi Ismail)
    Selangit Mesra (Turino Djunaidy)

1978
    Duyung Ajaib (Benyamin Sueb)
    Dukun Kota (Syamsul Fuad)
    Betty Bencong Slebor (Benyamin Sueb)
    Bersemi di Lembah Tidar (Franky Rorimpandey)

1981
    Musang Berjanggut (Pietrajaya Burnama)
    Lima Sahabat (CM Nas)

1983
    Tante Girang
    Sama Gilanya (Nawi Ismail)

1984
    Dunia Makin Tua / Asal Tahu Saja

1988
    Koboi Insyaf / Komedi lawak '88 (Syamsul Fuad)

1992
    Si Kabayan Saba Kota

Ben Joshua

Benjamin Joshua Rompies atau dikenal dengan nama Ben Joshua (lahir di Manado, Sulawesi Utara, Indonesia, 13 Agustus 1980) adalah aktor Indonesia. nahhh jika kebetulan anda Ngefans dengan Ben josua untuk lebih dekat dan mengenalnya disini sedikit Informasi mengenai Biodata Ben Joshua
Debut aktingnya adalah sebagai Dira dalam Dealova (2005). Sebelumnya, Ben belum memiliki pengalaman akting apa pun. Setelah lulus kuliah, Ben bekerja di sebuah majalah ibukota sebagai media relations executive. Setelah 1,5 tahun bekerja, Ben mendapat tawaran untuk mengikuti casting dan diterima untuk memerankan Dira yang berusia 17 tahun. Awalnya bungsu enam bersaudara ini masih bekerja selain syuting. Tapi karena jadwal syutingnya bentrok dengan jadwal kerja, Ben pun memilih terjun total di dunia entertainment. Sukses Dealova dilanjutkan dengan Cinta Pertama (2006). Dalam film ini, Ben berperan sebagai Sunny, cinta pertama tokoh Alya yang diperankan Bunga Citra Lestari. Kali ini Ben juga kebagian peran anak sekolah lagi.

Meski baru dua kali bermain film, Ben didaulat menjadi salah satu juri dalam 'Festival Sinema Perancis' ke-12, yang berlangsung dari tanggal 13 hingga 22 April 2007 di Jakarta.

Bosan sebagai anak sekolah, Ben pun tak keberatan ketika ditawari tawaran bermain film horor berjudul Malam Jumat Kliwon, besutan Koya Pagayo. Pada tahun 2008, Ben bermain lagi dalam film bergenre horor Hantu Jembatan Ancol produksi MD Entertainment
Film
  •     Dealova (2005)
  •     Cinta Pertama (2006)
  •     Malam Jumat Kliwon (2007)
  •     Hantu Jembatan Ancol (2008)
  •     D.O - Drop Out (2008)
  •     Hantu Rumah Ampera (2009)
  •     Nazar (2009)
  •     Khalifah (2011)

Barry Prima



Barry Prima (lahir dengan nama Hubertus Knoch di Bandung, Indonesia pada tahun 1955) adalah aktor Indonesia. Ia paling dikenal dengan perannya dalam film-film laga pada tahun 1980-an. Karirnya merentang dari awal 1980-an hingga sekarang.

Anak pertama dari empat bersaudara ini lahir pada tahun 1955 di Bandung, Jawa Barat. Dengan nama asli Hubertus Knoch. Ayahnya seorang keturunan Belanda, sedangkan ibunya asli Indonesia. Menamatkan pendidikan menengah atasnya di SMA Aloysius, Bandung.

Dikenal sebagai pribadi yang agak tertutup, biar sudah terkenal, baginya ia ‘bukan apa-apa’. Aktor laga ini memang cocok untuk film laga, karena ia memang tidak suka untuk menghapalkan dialog. “Gue pengen cerita dengan tendangan kaki”, tegas pemeran si Jaka Sembung ini. 

Mempelajari taekwondo sejak remaja. Berlatih di sebuah sasana beladiri yang berada di belakang rumahnya di jalan Dago. Pelatihnya waktu itu bernama master Kang, yang berasal dari Malaysia. Terjun ke dunia film ketika berusia 20 tahun, dan mendapat peran kecil dalam film Primitif (1978), sebuah film yang bercerita tentang kehidupan kanibal, arahan produser Gope T. Samtani.

Setelah film tersebut, namanya semakin di kenal. Sang produser, Gope T. Samtani merubah namanya menjadi Barry Prima. Berbagai film yang bertema laga telah ia mainkan. Ia mengaku cocok dengan peran yang ada adegan berkelahi dalam filmnya. Aksinya kerap mendapat pujian dari sesama bintang laga, yang juga atlet taekwondo, Joseph Hungan. Ia juga mengatakan bahwa ia menikmati perannya di setiap film dan menyukai orang-orang yang bekerja sama dengannya.

Mantan suami dari aktris Eva Arnaz ini Barry telah bermain dalam lebih 50 judul film, antara lain, Primitif (1978), Special Silencers (1979), Srigala (1981), Jaka Sembung Sang Penakluk (1981), Membakar Matahari (1981), Pasukan Berani Mati (1982), Lebak Membara (1982), Golok Setan (1983), Si Buta Lawan Jaka Sembung (1983), Menentang Maut (1984), Carok (1985), Preman (1985), Menumpas Teroris (1986), dll.

Setelah beberapa tahun vakum dari dunia film, ia kembali muncul dalam film Janji Joni (2005), Realita Cinta dan rock’n roll (2006), Koper (2006), Enam (2007), Extra Large, Antara Aku, Kau dan Mak Erot (2008), dan Lost In Love (2008). Juga bermain dalam berbagai sinetron, antara lain Macho (1997), Jaka Tanding, Emak Gue Jagoan session 1 dan 2.

Film
  •     Primitif - 1978
  •     Special Silencers - 1979
  •     Jaka Sembung Sang Penakluk - 1981
  •     Cewek Jagoan Beraksi Kembali - 1981
  •     Srigala - 1981
  •     Nyi Blorong - 1982
  •     Serbuan Halilintar - 1982
  •     Pasukan Berani Mati - 1982
  •     Perempuan Bergairah - 1982
  •     Sundel Bolong - 1982
  •     Nyi Ageng Ratu Pemikat - 1983
  •     Si Buta Lawan Jaka Sembung - 1983
  •     Jaka Sembung vs Bergola Ijo - 1983
  •     Perhitungan Terakhir - 1983
  •     Menentang Maut - 1984
  •     Membakar Matahari - 1984
  •     Golok Setan - 1984
  •     Kesan Pertama - 1984
  •     Bajing Ireng & Jaka Sembung - 1985
  •     Preman - 1985
  •     Kesan Pertama - 1985
  •     Carok - 1985
  •     Hell Raiders - 1985
  •     Komando Samber Nyawa - 1985
  •     Noda X - 1985
  •     Ratu Sakti Calon Arang - 1985
  •     Residivis - 1985
  •     Putri Duyung - 1985
  •     Menumpas Teroris - 1986
  •     Mandala Dari Sungai Ular - 1987
  •     Siluman Serigala Putih - 1987
  •     Pendekar Bukit Tengkorak - 1987
  •     Kelabang Seribu - 1987
  •     Pertarungan Iblis Merah - 1988
  •     Malaikat Bayangan - 1988
  •     Revenge of the Ninja - 1988
  •     Siluman Kera - 1988
  •     Pendekar Ksatria - 1988
  •     Mandala Penakluk Satria Tar-Tar - 1988
  •     Jurus Dewa Naga - 1989
  •     Tarzan Raja Rimba - 1989
  •     Tarzan Penunggu Harta Karun - 1990
  •     Rajawali Dari Utara - 1990
  •     Jampang - 1990
  •     Jampang II - 1990
  •     Jaka Tuak - 1990
  •     Jaka Sembung & Dewi Samudera - 1990
  •     Kamandaka - 1991
  •     Angling Darma 2 Pemberontakan Batik Madrim - 1992
  •     Si Rawing II Pilih Tanding - 1993
  •     Walet Merah - 1993
  •     Perawan Lembah Wilis - 1993
  •     Membakar Gairah - 1994
  •     Macho - 1994
  •     Si Rawing III Jurus Dewa Kobra - 1994
  •     Angling Dharma 3 Pemburu Dari Neraka - 1994
  •     Panther - 1995
  •     Jaringan Tabu - 1996
  •     Menentang Nafsu - 1999
  •     Janji Joni - 2005
  •     Realita, Cinta dan Rock 'n Roll - 2006
  •     Koper (2007)
  •     Enam - 2007
  •     XL, Antara Aku, Kau dan Mak Erot - 2008
  •     Lost in Love - 2008
  •     Perjaka Terakhir 2 - 2010
  •     London Virginia - 2010
  •     Get Married 3 - 2011
  •     The Tarix Jabrix 3 - 2011

Ateng

Ia adalah sosok legenda bagi dunia lawak. Hampir seluruh hidupnya dibaktikan di dunia lawak. Pria kelahiran Bogor, 8 Agustus 1942 ini, pada 1960-an bergabung dalam kelompok lawak Kwartet Jaya bersama Bing Slamet, Iskak, dan Eddy Sud. Karier Ateng di dunia film dimulai lewat film Kuntilanak pada 1962, disusul dengan film komedi (1974-1978) Ateng Minta Kawin, Ateng mata Keranjang, Ateng Sok Tahu, Ateng Bikin Pusing, Ateng Sok Aksi, Ateng Pendekar Aneh, dan Ateng The Godfather.

Setelah itu, nama Ateng di dunia lawak maupun di dunia film semakin berkibar. Bahkan nama Ateng sangat akrab di tengah masyarakat. Nama Ateng untuk sebutan pendek menjadi memasyarakat. Pada 1980-an, popularitas Ateng semakin meningkat berkat perannya sebagai Bagong, di acara Aneka Ria di TVRI. Sebelumnya, pada tahun 1963, Ateng bergabung bersama S. Bagyo dan Iskak membentuk grup. Kemudian tahun 1967 membentuk Kwartet Kita bersama Bing Slamet, Eddy Sud, dan Iskak. Setelah lama tidak lagi melawak,  ia muncul kembali dalam serial komedi di salah satu TV swasta berjudul Gregetan.

Sebelumnya tidak ada tanda-tanda ia menderita sakit. Ia hanya mengeluh pusing, sakit tenggorokan, dan sesak napas. Ketika dibawa ke dokter, ditemukan benjolan di tenggorokan. Saat itu dokter menganjurkan untuk pulang saja. Kemudian, ia diperiksakan kembali ke RS Mitra Keluarga Jatinegara. menurut dokter, benjolan di tenggorokan tidak bisa diangkat karena sudah parah. Hanya satu hari dirawat di rumah sakit itu, pelawak legendaris itu akhirnya wafat.

Film
  •     Si Djimat (1960)
  •     Kuntilanak (1961)
  •     Amor dan Humor (1961)
  •     Bunga Putih (1966)
  •     Bing Slamet Setan Djalanan (1972)
  •     Bing Slamet Dukun Palsu (1973)
  •     Bing Slamet Sibuk (1973)
  •     Bing Slamet Koboi Cengeng (1974)
  •     Ateng Minta Kawin (1974)
  •     Ateng Raja Penyamun (1974)
  •     Ateng Mata Keranjang (1975)
  •     Ateng Kaya Mendadak (1975)
  •     Tiga Sekawan (1975)
  •     Ateng Sok Tahu (1976)
  •     Ateng The Godfather (1976)
  •     Ateng Bikin Pusing (1977)
  •     Ateng Pendekar Aneh (1977)
  •     Ateng Sok Aksi (1977)
  •     Dang Ding Dong (1978)
  •     Kisah Cinderella (1978)
  •     Ira Maya dan Kakek Ateng (1979)
  •     Si Boneka Kayu, Pinokio (1979)
  •     Tuyul Eee Ketemu Lagi (1979)
  •     Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota (1981)
  •     Musang Berjanggut (1983)

Asmuni



Toto Asmuni (lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Juni 1932 – meninggal di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, 21 Juli 2007 pada umur 75 tahun[1][2]) adalah salah satu pelawak senior Indonesia yang berasal dari grup lawak Srimulat. Ia terkenal dengan "aksesoris" kumis kecil ala Charlie Chaplin dan blangkon-nya.
Asmuni awalnya adalah seorang penyanyi. Kiprah menyanyinya banyak ia lakukan bersama orkes Angkatan Bersenjata. Pada tahun 1950 ia menyanyi bersama orkes angkatan Darat dan kemudian diminta untuk membina orkes musik Angkatan Laut. Kiprah Asmuni di dunia tarik suara dibuktikan dengan piringan hitam yang sempat ia keluarkan yang berjudul Sungai Barito.

Perkenalannya dengan dunia komedi dimulai saat dirinya bertemu dengan legenda komedi Bing Slamet saat ia masih membina orkes musik Angkatan laut di Surabaya. Di saat itulah Asmuni banyak menimba ilmu dari Bing Slamet. Mereka kerap berkelakar dan bertukar pikiran. Namun beberapa saat kemudian Bing Slamet kembali ke Jakarta sedangkan Asmuni tetap memilih bermukim di kota Buaya. Lepas dari dinas di Angkatan Laut, Asmuni mulai tergoda untuk menekuni dunia lawak. Ia memutuskan untuk bergabung dengan grup lawak Lokaria pimpinan Amang Rahman. Dan ternyata banyak yang menganggap aksi Asmuni di panggung lucu.

Pada tahun 1976 aksi lawak Asmuni membuat pendiri Srimulat, Teguh tergoda untuk merekrutnya di Srimulat Surabaya. Nah di grup lawak legendaries inilah nama Asmuni semakin dikenal orang karena aksi lucunya. Celetukan-celetukannya yang segar selalu memancing gerr para penonton. Asmuni semakin populer saat dirinya memakai kumis tipis dan blankon sebagai aksesorisnya di panggung. Tak dinyana aksesoris itulah yang menjadi ciri khasnya.

Setelah lama malang melintang di Srimulat Surabaya, Asmuni memutuskan hijrah ke Jakarta dan bergabung bersama Srimulat Jakarta. Di Ibukota inilah karier lawak asmuni makin bersinar terutama di era 80'an. Tidak saja dunia lawak yang ia tekuni, dunia akting pun mulai ia rambah. Di antara film layar lebar yang sempat ia perankan adalah Asmuni Jadi Boss.

Saat panggung Srimulat di Taman Ria Senayan ditutup, Asmuni mulai konsentrasi pada bisnis rujak cingurnya di bilangan Slipi, Jakarta barat yang dahulunya sempat menjadi basecamp anggota Srimulat yang belum memiliki rumah. Nasib srimulat mulai kembali terangkat saat grup lawak ini dipegang Jujuk. Di era 90'an inilah Srimulat kembali bangkit. Lewat binaan Agum Gumelar Srimulat mulai kembali digemari publik lewat tayangan Aneka Ria Srimulat di Indosiar. Bahkan program ini sempat mencatat fenomenal saat tayang 24 jam nonstop disaat hari raya Idul Fitri tahun 1996.

Setelah Aneka Ria Srimulat redup, Asmuni sempat memperkuat Ludruk Glamour yang nasibnya-pun sama dengan Srimulat. Dan diakhir hayatnya Asmuni kembali menata bisnis warung rujak cingurnya di Slipi. Bahkan ia akhirnya membuka cabang di daerah Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur sampai akhir hayatnya.

Asmuni meninggal pada tanggal 21 Juli 2007 di Trowulan dikarenakan mengeluh sakit gigi dan salah pemberian obat sakit gigi, jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya di Diwek, Kabupaten Jombang.

Film
  •     Raja Pungli (1977) oleh Pitrajaya Burnama
  •     Gaya Merayu (1980) Wisjnu Mouradhy
  •     Untung Ada Saya (1982) Lilek Sudjio
  •     Gepeng Mencari Untung (1983) Lilik Sudjio
  •     Gepeng Bayar Kontan (1983) Frank Rorimpandey
  •     Senjata Rahasia Nona (1983) Henky Solaiman
  •     Montir Montir Cantik (1984) BZ. Kadarjono
  •     Semua Karena Ginah (1985) Nya Abbas Akup
  •     Tahu Sama Tahu (1986) Jopi Burnama
  •     Kecil-Kecil Jadi Pengantin (1987) Henky Solaiman
  •     Cintaku Di Rumah Susun (1987) Nya Abbas Akup
  •     Akibat Terlalu Bebas (1987) A. Rachman
  •     Akibat Terlalu Genit (1988) Hadi Poernomo
  •     Nyoman Cinta Merah Putih (1989) Judy Soebroto

Ami Prijono

Anak tunggal almarhum Prof. Priyono ini terjun ke dunia film tahun 1968, sebagai penata seni dalam film Jampang Mencari Naga Hitam. Sebagai penata seni dia pernah memperoleh penghargaan melalui film Ambisi, dalam Festival Fim Indonesia tahun 1974 di Surabaya. Kemahirannya sebagai penata seni pernah pula dia ajarkan di Akademi Teater Nasional, Jakarta dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta.

Ami yang jangkung itu dikenal sebagai pemain. Ia muncul sebagai pemain pembantu, antara lain dalam film Tuan Tanah Kedawung”tahun 1970, Beranak Dalam Kubur pada tahun 1972, Anjing-Anjing Geladak” ditahun 1972, Laki-Laki Pilihan”dan Mama tahun 1973. Pada tahun 1979, ia mendapat peran utama dalam film Bayang-Bayang Kelabu.

Film yang pertama disutradarai olehnya adalah Dewi tahun 1974, kemudian Karmila”di tahun 1975, yang mendapat banyak sambutan publik, lalu Kampus Biru yang ia buat tahun 1976. Kerjasama dan pengertian antara sutradara dan produser, menurut Ami, merupakan syarat penting untuk keberhasilan sesuatu film. Dalam Film Kenangan Desember tahun 1976, “Kerjasama dan pengertian itu tercapai sehingga saya memperoleh kebebasan kreatif untuk melaksanakan ide-ide saya”, begitu kata Ami.

Di Ujungpandang, pada FFI tahun 1978, filmnya Jakarta, Jakarta yang ia sutradarai tahun 1977 menghasilkan 5 buah piala Citra, masing-masing untuk film terbaik, penyutradaraan terbaik, skenario terbaik yang ditulis bersama N. Riantiarno, penata artistik terbaik, yang didapat Judy Subroto dan aktor pendukung terbaik yang diperankan oleh Masito Sitorus.

Kemudian ia juga merebut hadiah penyajian teknik dan tema masa kini pada Festival Film Asia tahun 1978 di Sydney, Australia. 

Film
  •     Beranak Dalam Kubur (1971)
  •     Tuan Tanah Kedawung (1971)

Alwi Oslan

Lahir di Jakarta. Ketika masih kanak-kanak, Alwi belajar main drama dan membaca sajak di RRI Jakarta, dalam acara Panggung Gembira asuhan Pak Kasur. Ia memakai Oslan pada namanya sebagai penghargaannya atas Oslan Husein, sahabat karibnya, seorang penyanyi hiburan terkenal tahun enampuluhan yang kini telah wafat. Ia pernah membentuk duet bersama penyanyi tersebut, diatas panggung maupun film."Bintang Peladjar" (1957), merupakan film pertama Alwi. Sudah itu ia muncul di sebagian besar film buatan SARINANDE film, antara lain "Iseng" (1959), dan "Madju Tak Gentar" (65).Pada film Indonesia tahun tujuh puluhan nama Alwi jarang ditemukan. Ia rupanya aktif sebagai pedagang dan pengusaha. Tapi sekali-kali ada juga ia main film antara lain dalam "Pinangan" (1976), "Kembang Kembang Plastik" (1977), dll.

Sumber: Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. Disusun oleh Sinematek Indonesia. (Jakarta : Yayasan Artis Film dan Sinematek Indonesia, 1979)


Film
  •     Djuara Sepatu Roda (1958)
  •     Bertamasja (1959)
  •     Gaja Remadja (1960)
  •     Pesan Ibu (1961)
  •     1000 Langkah (1961)
  •     Darmawisata (1961)
  •     Bermalam di Solo (1962)
  •     Hadiah 2.000.000 (1962)
  •     Kami Bangun Hari Esok (1963)
  •     Antara Timur dan Barat (1963)
  •     Maut Mendjelang Magrib (1963)
  •     Kartika Aju (1963)
  •     Njanjian di Lereng Dieng (1964)
  •     Operasi Hansip 13 (1965)
  •     Madju Tak Gentar (1965)
  •     Belaian Kasih (1966)
  •     Ali Baba (1974)
  •     Benyamin Si Abu Nawas (1974)
  •     Keluarga Sinting (1975)
  •     Kembang-Kembang Plastik (1977)
  •     Tuyul (1978)
  •     Tuyul Perempuan (1979)
  •     Dukun Lintah (1981)

Ali Yugo

Ali Yugo (lahir di Makassar, 17 Maret 1907 – meninggal 18 Februari 1970 pada umur 62 tahun) adalah seorang pemain film di era tahun 1940an hingga era tahun 1960an. Masa kanak-kanaknya dihabiskan di Singapura. Sekembali ke tanah air, ia ikut dalam rombongan sandiwara “Dardanela”. Dalam masa pendudukan Jepang, ia memimpin rombongan sandiwara "Batu Tjinta" dan "Nusantara". Ali Yugo mulai main film sebelum perang hingga tahun 1950an.asa kanak-kanak dihabiskan Ali di Singapura. Ketika kembali ke tanah air, ia ikut dalam rombongan sandiwara "Dardanela" pimpinan A. Piedro, suami Miss Dja. Dalam masa pendudukan Jepang, dia memimpin rombongan sandiwara "Batu Tjinta" dan "Nusantara". Sebelum perang dia main dalam film Elang Darat (1941), Putri Rimba (1942) dan Jula Juli Bintang Tiga (1943). Setelah perang, ia muncul dalam film-film Djauh Dimata (1948) dan sejumlah film di tahun lima puluhan.

Film
  •     Kartinah (1940)
  •     Noesa Penida (1941)
  •     Elang Darat (1941)
  •     Poetri Rimba (1941)
  •     Elang Darat (1941))
  •     Air Mata Iboe (1941)
  •     Ratna Moetoe Manikam (1941)
  •     Putri Rimba (1942)
  •     Jula Juli Bintang Tiga (1943)
  •     Djauh Dimata (1948)
  •     Djauh Dimata (1948)
  •     Sehidup Semati (1949)
  •     Harumanis (1950)
  •     Kusuma Hati (1951)
  •     Marunda (1951)
  •     Pelarian dari Pagar Besi (1951)
  •     Bintang Surabaya (1951)
  •     Penganten Baru (1951)
  •     Taufan (1952)
  •     Bung Tempe (1953)
  •     Djali-Djali (1954)
  •     Sri Asih (1954)
  •     Rela (1954)
  •     Gambang Semarang (1955)
  •     Oh, Ibuku (1955)
  •     Puteri Revolusi (1955)
  •     Melati Sendja (1956)
  •     Daerah Hilang (1956)
  •     A House, A wife, and A singing Bird (1956)
  •     Bintang Peladjar (1957)
  •     Gembira Ria (1959)
  •     Momon (1959)
  •     Holokuba (1959)
  •     Gadis Desa (1959)
  •     Titian Serambut dibelah Tudjuh (1959)
  •     Sepiring Nasi (1960)
  •     Dilereng Gunung Kawi (1961)
  •     Badja Membara (1961)
  •     Daerah Tak Bertuan (1963)

Alex Komang

Alex Komang bernama asli Syaiful Nuha (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 17 September 1961; umur 51 tahun) adalah seorang aktor senior Indonesia yang telah membintangi beberapa film nasional dan meraih penghargaan aktor terbaik Festival Film Indonesia 1987.Alex Komang adalah salah satu murid Teguh Karya dari Teater Populer.

 Sebagai aktor yang telah malang-melintang di dunia perfilman Tanah Air sejak 1985, Alex Komang tentunya sudah mencoba berbagai macam peran. Hal itu juga yang membuat dia lebih selektif dalam menerima tawaran film. Alex tak mau main film kacangan.

Ketika ditawari peran dalam film '9 Summers 10 Autumns', Alex terlebih dahulu 'menginspeksi' siapa saja filmmaker yang terlibat. Ketika mengetahui sutradaranya Ifa Isfansyah yang direkomendasikan temannya, baru Alex menoleh.

"Ya memang peran itu harus pilih-pilih, sama seperti kita mencari pacar, pilih-pilih," ucapnya kepada detikHOT.

Dalam film '9 Summers 10 Autumns', Alex berperan sebagai supir angkot di Batu, Malang, Jawa Timur yang hidup dengan keterbatasan ekonomi. Namun ia memiliki anak bernama Iwan Setiawan yang gigih dan sukses menjadi direktur di sebuah perusahaan ternama di New York, Amerika Serikat.

Di balik sukses Iwan, ada kekuatan besar yang selalu menguatkan, yaitu kebersamaan dan kasih sayang keluarganya. "Ceritanya sangat inspiring. Kemiskinan jadi kekuatan untuk maju," ujar Alex.(detik.com)

Walau sudah dikenal sebagai salah satu aktor papan atas Tanah Air, Alex Komang ternyata tidak menutup diri untuk menekuni bidang bisnis selain dunia seni peran yang digelutinya selama ini. Minat bisnisnya tersebut coba dituangkan Alex dalam bentuk sebuah kedai kopi bernama 'Warung Darmin'.

Bintang film 'Surat Kecil untuk Tuhan' (SKUT) ini, diketahui baru membuka Warung Darmin yang terletak di Jl. Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan, sejak 5 bulan yang lalu. Alex Komang memilih nama 'Warung Darmin' karena dianggapnya mencerminkan sosok yang sederhana.

"Warung ini baru 5 bulan. Darmin itu lebih berkesan sederhana aja karena itu diambil dari nama rakyat biasa," Ujar Alex Komang.

Selain untuk bisnis, aktor pemilik nama asli Syaiful Nuha ini ternyata memiliki tujuan yang sangat sederhana dalam membuka warung kopi, yaitu sebagai fasilitas untuk saling berbagi atau hanya sekedar mengobrol.

"Tujuan buka tempat ini karena kita perlu tempat untuk bisa sharing, bisa ngobrol, dan perlu ada kopi serta sebagainya untuk suporting itu. Jadi seperti filosofi sebuah warung atau kedai itu sebagai meeting point untuk bisa sharing bersama keluarga dan teman. Warung kopi nggak harus kopi aja, disini juga ada makan yang lain. Kopi itu jadi bahasa, jadi idiom," tambahnya.

Film
  •     Doea Tanda Mata (1985) (aktor/skenario)
  •     Secangkir Kopi Pahit (1985) (aktor/skenario)
  •     Ibunda (1986) (aktor)
  •     Mementos (1986) (aktor/skenario)
  •     Pacar Ketinggalan Kereta (1989) (aktor)
  •     Ca Bau Kan (2002) (aktor)
  •     Puteri Gunung Ledang (2004) (aktor)
  •     Long Road to Heaven (2007) (aktor)
  •     Medley (2007) (aktor)
  •     Sumpah Pocong Di Sekolah (2008)
  •     Chika (2008)
  •     Laskar Pelangi (2008)
  •     Anak Setan (2009)
  •     Romeo Juliet (2009)
  •     Rasa (2009)
  •     Mata Pena Mata Hati Raja Ali Haji (2009)
  •     Darah Garuda (2010)
  •     True Love (2011)
  •     Surat Kecil Untuk Tuhan (2011)

Advent Bangun

Thomas Advent Perangin-angin Bangun (lahir di Kabanjahe, Sumatera Utara, 12 Oktober 1952; umur 60 tahun) adalah aktor Indonesia yang acapkali berperan dalam film-film laga pada tahun 1980an. Namanya sejajar dengan pemain laga lainnya Barry Prima, George Rudy, dan Ratno Timoer.
Terlahir dengan nama Advent Bangun, pria kelahiran Kabanjahe - Sumatera Utara ini sejak kecil mendapatkan didikan keras. Bapaknya yang seorang jaksa sangat ketat menanamkan nilai-nilai disiplin dan kejujuran.

Tahun 1971, Adven Bangun menjadi juara nasional karate. Setahun kemudian ia tampil di berbagai kejuaraan tingkat dunia hampir di seluruh asia, Amerika, dan Eropa. Dunia karate pula yang mengantarnya menjadi artis film laga. Tak kurang dari 60 judul film pernah ia perankan.

Kesuksesan semula membiusnya. Ia menjadi sombong hingga suatu saat, sebuah kekuatan doa meluruhkannya dalam pangkuan gereja. Istrinya, Lois Riani Amalia Sinulingga lah yang selalu bergumul dalam doa hingga pertobatan tumbuh di hati Advent Bangun.

Kini, ia adalah seorang pendeta, dengan nama barunya Pendeta Muda Thomas Bangun. Sebagai pendeta muda, ia juga mempunyai karunia khusus dalam pelepasan dan penyembuhan. Banyak orang yang diselamatkan jiwa dan raganya.
Karate

Sebelum terjun di dunia film, Advent Bangun adalah seorang atlet karate nasional. Awalnya, ia bergabung dengan perguruan karate INKAI. Kerena merasa sulit untuk bersaing di tingkat nasional, karena saat itu perguruan INKAI tidak diakui oleh FORKI, maka Advent Bangun kemudian bergabung dengan perguruan karate INKADO.
Karier film

Film pertamanya adalah "Rajawali Sakti" pada tahun 1976, kemudian menjadi pemeran utama bersama aktris Enny Beatrice dalam film "Satria Bambu Kuning" 1985, "Anita" 1984, dan "Dendam Jagoan" 1986. Film-filmnya sering disutradarai oleh Atok Suharto, Ratno Timoer, dan Sisworo Gautama yang sangat populer pada waktu itu.

Film
  •     Rajawali Sakti - 1976
  •     Dua Pendekar Pembelah Langit - 1977
  •     Krakatau - 1977
  •     Golok Setan - 1983
  •     Si Buta Lawan Jaka Sembung - 1983
  •     Gadis Berwajah Seribu - 1984
  •     Anita - 1984
  •     Noda X - 1984
  •     Mawar Berbisa - 1984
  •     Dia Yang Berhati Baja - 1985
  •     Komando Samber Nyawa - 1985
  •     Darah Perjaka - 1985
  •     Gantian Dong - 1985
  •     Putri Duyung - 1985
  •     Carok - 1985
  •     Bukit Berdarah - 1985
  •     Sunan Gunung Jati - 1985
  •     Tertembaknya Seorang Residivis - 1985
  •     Si Buta Dari Gua Hantu - 1985
  •     Satria Bambu Kuning - 1985
  •     Terjebak Penari Erotis - 1986
  •     Dendam Dua Jagoan - 1986
  •     Petualangan Cinta Nyi Blorong - 1986
  •     Menumpas Teroris - 1986
  •     Langganan - 1986
  •     Malaikat Bayangan - 1987
  •     Pendekar Bukit Tengkorak - 1987
  •     Cewek-Cewek - 1987
  •     Kelabang Seribu - 1987
  •     Pendekar Ksatria - 1988
  •     Pertarungan Iblis Merah - 1988
  •     Bangkitnya Si Mata Malaikat - 1988
  •     Mandala Penakluk Satria Tartar - 1988
  •     Siluman Kera - 1988
  •     Siluman Srigala Putih - 1988
  •     Rimba Panas - 1988
  •     Si Pahit Lidah Dans Si Mata Empat - 1989
  •     Buronan - 1989
  •     Pembalasan Si Mata Elang - 1989
  •     Gerbang Keadilan - 1989
  •     Sumpah Si Pahit Lidah - 1989
  •     Genta Pertarungan - 1989
  •     Jago-Jago Bayaran - 1989
  •     Jaringan Terlarang II - 1990
  •     Mat Pelor - 1990
  •     Ekspedisi Harta Karun - 1990
  •     Melacak Tapak Harimau - 1990
  •     Pemburu Nyawa - 1990
  •     Pedang Naga Pasa - 1990
  •     Tiada Titik Balik - 1991
  •     Bang Somad Si Tangan Satu - 1991
  •     Pemburu Teroris - 1994
  •     Amrin Membolos - 1996

Adly Fairuz

Adly Fairuz yang memiliki nama lengkap Ahmad Adly Fairuz (lahir di Jakarta, 14 April 1987; umur 25 tahun) adalah pemeran dan penyanyi Indonesia. Nama Adly melejit setelah berperan sebagai Aldo dalam sinetron Cinta Fitri yang tayang pada tahun 2007. Selain menjadi pemain sinetron, Adly kini juga mendapat gelar sebagai penyanyi setelah menjadi juara dalam acara realitas Supermama Selebconcert.
Sulung lima bersaudara pasangan H. Agus Irianto dan Hj. Lutfiah ini masuk dunia hiburan berawal dari ketidaksengajaan saat mengantar saudaranya casting sinetron. Dia pun ditawari untuk ikut dan lolos. Debut akting Adly adalah sinetron FTV Teman Sahabat Cinta. Namanya melejit setelah bermain bersama Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu dalan sinetron Cinta Fitri.

Adly memang telah bermain musik sejak kecil. Bahkan bersama beberapa temannya, dia bergabung dalam sebuah grup band. Kemampuan Adly dalam musik telah dibuktikan dengan menjuarai. Adly bersama Mama Lutfiah yang berhasil mengantongi 147 vote, disusul Indra L Bruggman – Mama Mimi (144 vote) dan dan Yadi Sembako – Mama Suhana (80 vote).

Adly Fairuz membuktikan bakatnya menyanyi. Dalam album ost Coblos cinta, dia sanggup membawakan dua lagu racikan Badai (kerispatih) dengan baik. Lagu itu adalah Let It Flow, yang akan menjadi single utama dari album ini dan lagu Kemenangan. “Agak sedikit takjub ketika gue ditawari untuk ikut ambil bagian dalam proyek ini. Rasanya seperti mimpi aja. Mungkin ini berkat doa orang tua dan semua yang dekat dengan gue,” semburnya bangga. “Ada dua adegan yang gue jadikan sebagai jalur suara lagu ini. Dan jalur suara itu dibawakan oleh oleh Adly yang gue udah kenal cukup lama. Karakter Adly yang gue kenal, membuat lagu yang gue buat pas aja buat dia,” jelas keyboardis Kerispatih ini santai. Rupanya pertemanan antara Badai dan Adly telah menghadirkan output sound yang menawan. Karakter Adly cukup jelas di dengar dalam balutan pop yang terkontaminasi dengan suara-suara synthesizer. “Badai cukup mengerti karakter gue. Sehingga lagu yang dia buat, pas aja gitu dibawain gue. Dan gue senang banget bisa ngebawain lagu-lagu dia,” ungkap cowok yang juga ikutan main dalam film ini.

Saat ini Adly Fairuz juga merupakan endorser Dadung, produknya PT mondrian yg tampilannya sporty. Endorser adalah istilah lain dari profil image atau duta dari dadung. Biasanya jika ada outlet baru dadung dibuka, Adly akan datang saat peresmiannya. Selain sebagai endorser, Adly juga menjadi model iklan beberapa produk.

 Film
  • Kembang Perawan (2009)
  • Fallin' in Love (2012)